Alvin, Guru Kecil
“Bik Nahhh… Ayo cepett, aku sudah terlambat bikk!” Sambil memakai sepatu setengah berlari.
“Ada apa Neng, buru-buru amat?” tergopoh-gopoh bik Nah dari dapur sambil membawa bubur pedas, heran dengan tingkah gadis itu. Selalu bedigasan gak genah!
“Hari ini muridku melaksanakan kunjungan ke Panti Asuhan Kasih Hati. Banyak hal yang telah dipersiapkan untuk kunjungan ini. Ada tarian, drama dan puisi. Udah jam segini, mereka menunggu di sekolah!” jawab Nay langsung menyambar bubur pedas khas Pontianak buatan bik Nah. Bik Nah hanya geleng-geleng kepala, gimana mau nikah wong masih seperti anak kecil tingkahnya. Bik Nah teringat dengan bujang yang sering main dan hangat teman dekat Nay, Rangga. Sosok yang mau menyapa dan menganggap dirinya seperti neneknya sendiri. Wah, tapi sekarang entah dimana keberadaanya, lama tidak jumpa.
“Sudah Bik, aku berangkat! Mangkoknya kutaruh belakang pintu, udah keburu nih. Aku naik sepeda motor saja, biar tidak kena macet. Garasinya jangan lupa kunci ya, mobilnya bilang mang Udel tolong bersihin!” Nay membungkukkan badan mirip drama-drama korea gomaweoyo pada bibik. “Ngomong apaan sih? Gak paham aku,” gumam bik Nah lirih. “Moga lancar neng, kegiatannya. Jangan lupa berdoa dan bersyukur ya,” doa wanita setengah baya itu yang sudah dianggap keluarga oleh Nayla. Setelah tiga puluh menit perjalanan, sampai juga Nay di SD tempat ia mengajar, dan rombongan kunjungan ke panti asuhan sudah siap dengan memakai kendaraan 1 bus. Tiba-tiba salah satu muridnya mendekatinya.
“Miss Nay, aku buat puisi ucapan terima kasihku atas hari ini. Bolehkah?” Alvin memberitahuku
“ Oh…silahkan, apakah kamu ingin mendeklamasikan di depan untuk mereka?” Nay bertanya lebih lanjut.
Alvin bertanya lebih lanjut ,“Bolehkah?” Nay menggangguk dan segera berlalu menuju tim tari Hujan. “Dimana teman-temanmu Alvin?” berbalik bertanya dengan muridnya lagi.
“Ada, sudah naik ke bus,” jawabnya. “Kalau begitu kita langsung naik saja yuk,” ajak Nay lebih lanjut. Alvin juga menyerahkan naskah puisinya, “Miss, ini puisiku.” Nay melihat hasil karya puisi Alvin lantas membacanya.
UntukTuhan
Terima kasih Tuhan
Aku tidak pernah sendiri
Saat sekelilingku menghilang
Dan hatiku mulai sepi
Engkau selalu menghiburku
Saat semua tidak menganggap aku ada
Dan aku hampir terjatuh
Engkau menarik tanganku
Melihatku dan tersenyum
Engkau Tuhan berkata
Bahwa masa depan selalu ada
Dan harapanku tidak akan hilang
Keren banget puisi ini, batin Nay. “Siapa yang membuat puisi ini Alvin?” tanya Nay.
“Aku sendiri,” jawab laki-laki kecil kurus itu. “Good job!” Nay memberi acungan jempol.
“Mengapa kamu membuat puisi seperti ini? Apa motivasimu?”
“Bersyukur kepada Tuhan, melihat teman-teman Alvin di panti asuhan yang kurang beruntung. Alvin ingin teman-temanku selalu ingat bahwa Allah selalu ada untuk membantu.”
Hening beberapa saat. Tercekat oleh kata-kata murid kecilnya. Nay sadar, pagi ini dapat guru kecil yaitu Alvin. “Terima kasih Alvin, sekarang persiapkan kamu untuk deklamasi dan menari tarian Hujan dan mendukung teman-teman kamu di panti asuhan, okay?!” ajak Nay semangattttt dan bersiap karena bus yang membawa rombongan sudah sampai di lokasi kunjungan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Good story, Mam
Terima kasih Miss, sehat sukses selalu
Keren mam cerpennya
Hai Miss, terimakasih sdh mampir. Sehat sukses selalu